Halaman

Jumat, 17 Desember 2010

senyum luna

cerpen hamdan

Jam delapan malam, baru saja Pak Imran hendak menutup bengkel advertisingnya, tiba-tiba ia kedatangan tamu. Empat orang ibu muda tergesa memesan papan iklan ukuran mini dua lembar, terbuat dari bahan apa saja yang penting tahan lama dari terpaan panas dan hujan, pakai lampu penerang, dan dapat selesai malam itu juga.
javascript:void(0)
“Bisa saja Bu Leha, tapi ongkosnya dobel.”
“Ya sudah, mau dobel, ganda campur, single, yang penting selesai malam ini sesuai pesanan kami. Berapa ongkosnya?”
“JiTe”, jawab Pak Imran setelah mengangkat dua jarinya.
“OK, dil! Aku tambah ongkos pasangnya,” tegas Bu Leha.
Tergesa sekali ibu-ibu itu memesan, bayar kontan, ngomong mereka seperti sedang menjalani masa emerjensi, tanpa senyum, dan mata tampak sedang memendam marah. Pak Imran tidak peduli. Lebih baik pikir orderannya; kerja lembur ongkos lipat ganda, sementara kerjanya cukup mudah dengan peralatan yang telah ia miliki. Bayangan Pak Imran, jika dalam seminggu saja pesanan semacam ini ada dua sampai tiga kali, bisa untung besar. Dan ia akan menjadi Juragan Imran.
“heei…, Bu Leha…, tunggu…! Mana iklannya? Apa hanya pasang papan kosong?”
“Ooh iya, sory Imran, Aq lupa.” Bu Leha balik berlari dan memberi teks. “Bukan iklan Imran, tapi semacam pengumuman publik.” Dan ia pergi lagi.
“E..ee…, Bu Leha…, selesainya kan harus malam ini, apa pasangnya malam ini juga? Sudah dapat izin RT?”
“Eh, Pak Imran, bilang sama semua yang tanya tentang izin, iklan ini milik Asosiasi Istri RT2, disingkat AIR2, pimpinan Bu RT2!”
***
Gang RT2 baru seminggu terakhir dilanda suasana lain dari yang lain dari sekian hal yang pernah terasa lain dalam sejarah gang itu. Ada suasana yang betul-betul sangat beda sejak sebulan lalu seorang perempuan menjadi penghuni baru di rumah sewa bagian ujung gang, tepat sebelum rumah Pak RT.
Setiap pagi sebelum semuanya berangkat beraktivitas, Luna, perempuan baru itu, sudah lebih dulu keluar entah ke mana, kantoran atau kerja apa. Tapi yang penting, Luna selalu saja memberi senyum pada setiap orang yang ia lewati, dengan suara sapaannya yang benar-benar lembut, menyenangkan dan tentu saja santun.
“Pagi om…, pagi tante…,”
“Pagi mas…”, atau “hi…, mat pagi yah…?”
“Ooh… nama saya Luna, mat kenal yah …? Makasih…”
Warga mulai menikmati keadaan itu, kehadiran Luna, seorang gadis yang pesona dengan suara lembut dan senyum yang paling sempurna. Benar-benar beda dengan tiga tahun lalu, penghuni baru rumah itu perempuan berwajah menjengkelkan karena jauh dari kesan akrab. Bagi warga, lebih baik berwajah hantu dari pada berwajah menjengkelkan. Kalau wajah hantu seseram apapun ia masih lebih mungkin bisa akrab dari pada wajah yang menjengkelkan itu. Apalagi ia, bila siang betah dalam rumah, sore keluar dengan jemputan dan subuh kembali dengan pengantar ketika gang baru akan sadar dari lelapnya.
Para anggota AIR2 juga merasa senang dengan kehadiran Luna. Nanti ia bisa direkrut jadi anggota baru. Kata ketua, pentingnya direkrut agar ia tidak menjadi asing dan menjengkelkan, selalu ada kesempatan untuk membuka komunikasi dengannya sampai ia dan semua ibu-ibu dapat lebih merasa akrab.
“Iya Bu RT, kalau Luna bisa kita rekrut, asosiasi kita akan menambah koleksi perempuan-perempuan cantik, cerdas dan baik. Iya kan?”
“Ah, Bu Lili bisa aja…”, sanggah Bu RT dengan senyum sipu.
“Tapi kenapa ya dia pisah dengan suami? Jangan-jangan dia punya sesuatu yang jelek, lalu ia diceraikan suaminya?” Tanya ibu yang lain.
“Ya, kalau begitu bisa juga berarti jangan-jangan suaminya play boy, atau mungkin ditinggal mati?”
“Yah, sudahlah ibu-ibu. Seperti kata lagu dangdut; kau masih gadiiis atau sudah janda...?” “hahahaahaa…..”, mereka semua tertawa. “Nah, untuk semua itu, kita serahkan saja pada Bu RT yang punya wewenang untuk cari tau, untuk pedekate sama si Luna. Jadi kesan investigasi, basa-basi atau spekulasinya tidak ada.”
Mereka saling jawab mengembangkan cerita. Bu RT tidak mampu menolak tugas itu. Apalagi memang ia tetap harus membangun citra positif pada masyarakat, memperlihatkan rasa peduli, termasuk pada Luna. Tahun depan Ketua RT, suaminya, sudah bertekat dan sedikit nekat untuk ikut bertarung dalam pemilu legislatif. Sementara tiga bulan lagi RT harus terganti. Dengan demikian Bu RT juga bertekat untuk menjadi Ketua RT. Jabatan RT, suami Caleg dan Pemilu, merupakan hal yang sinergis untuk dikelola. Dalam hal ini, Luna juga jadi potensial.
Jangka tiga pekan Luna dengan senyum menawan bulan sabit, sudah mampu menjadi selebritis gang RT2. Tapi Luna belum mengenal banyak orang. Penerimaan warga terhadap Luna rupanya tidak saja jauh ke dalam ruang kesadaran kewargaan, keertean, atau kebangsaan, tapi lebih menembus ke ruang kesadaran di mana seseorang dapat jatuh tak berdaya. Para warga khususnya lelaki secara diam-diam mempelajari bahkan sampai detik-detik Luna keluar rumah, atau lewat depan rumah mereka masing-masing. Mereka lebih dulu duduk di teras menunggu dekat pintu pagar, atau sengaja jalan santai menghirup udara pagi, agar bisa mendapatkan senyum Luna. Di waktu-waktu tertentu ada yang sengaja main sampai ke ujung gang depan rumah RT untuk mendapat senyum atau setidaknya melihat Luna dalam suasana rumah.
Senyum Luna memang bukan senyum biasa. Sebenarnya ia tidak cantik-cantik amat, wajahnya bisa dibilang pasaran rata-rata orang bugis-makassar. Tapi auranya seketika berubah begitu ia mulai tersenyum sambil menyapa pada orang lain. Bibir basah merah alami, lehernya, rambutnya yang basah mengombak, amboi lesung pipinya, pinggul, dada, bodi, suaranya lebih indah menaklukkan kicau burung pagi. Seluruh bagian menjadi aduhai saat senyumnya sedang rekah. Kalau sudah aduhai, emosi, pikiran dan hasrat berpadu satu energi, mendorong siapa saja membawa Luna berlari kencang ke mana-mana mengelilingi dunia imajiner. Kata pepata; dari senyum turun ke surga.
Ternyata Luna bagai anak panah melesat kencang menembus sekaligus ratusan lapis jantung hati lelaki gang RT2. Tidak hanya itu, ia bahkan dapat menembus lapisan-lapisan usia, komitmen dan hasrat. Luna berhasil menciptakan sate asmara terpanjang sepanjang gang RT2, yang kini sedang dikipas di atas tungku pembakaran. Aromanya sangat harum, segar, memikat dan memendam gairah. Mengubah udara gang yang sejak dulu tercemar polusi kota. Udaranya bahkan melebihi kesegaran bukit kota wisata Malino atau Bogor.
Karena aromanya itu, tak satu pun indra penghirup melepaskannya lewat begitu saja. Termasuk hidung para anggota AIR2. Para istri jelas gusar merasakan udara itu, melihat tingkah suami-suami mereka. Beberapa anak gadis mereka pun sudah pisah dengan pacar karena juga takluk menjadi sate asmara Luna. Di depan mata pun lelaki-lelaki itu sudah berani memperlihatkan kejatuhan hati mereka pada Luna.
Malam itu di rumah Bu Leha, AIR2 sedang meeting rutin. Pak RT turut di undang. Rumah itu ribut seperti pasar malam di keroyok pengunjung, ribut mengusir deru kendaraan yang lewat. Ramai membahas senyum Luna. Bu Leha baru datang dari rumah Pak Imran.
“Menurut saya, Bu RT terlalu bijaksana, tidak sesuai dengan akibat senyumnya. Kita harus menyuruhnya pindah dari gang ini”
“Iya, benar. Perempuan ini sudah berlebihan. Dia harus dilarang senyum lewat sini. Itu lebih baik dari pada kita melarangnya lewat gang buntu ini.”
“Ibu-ibu yang saya hormati, sebagai ketua RT menurut saya, kita tidak punya alasan yang cukup untuk melakukan pelarangan terhadap Luna meski sekedar senyum. Kita juga tak bisa melarang warga lain untuk sekedar membalas senyum sapa Luna. Menuduh para lelaki RT2 sedang memendam cinta pada Luna juga terlalu lemah gejalanya. Semuanya masih dalam batas kewajaran bahwa sah-sah saja seseorang meresponi sesuatu yang indah di sekitarnya. Saya kira yang harus diubah adalah cara berpikir dan merasa kita masing-masing. Malu dong di RT kita kedengaran ribut tentang hal ini dengan alasan yang bodoh dan tak dewasa.”
Atas nama malu dan citra baik semuanya memilih diam. Ngomong terbuka pada Luna juga sama halnya membuka aib orang banyak pada seorang Luna. Bisa juga Luna tidak marah, tapi juga ia bisa geer dan makin menjadi-jadi dari sekedar senyum. Sementara mungkin senyum Luna memang asli adanya. Demikianlah, rapat usai. Semuanya sepakat diam-diam, dan Luna yang mempesona tersimpan diam pada Hiden Folder dalam jiwa gang RT2.
“Pak Imran, halloow…, iya iya saya Bu Leha, tolong iklannya simpan aja ya? Tidak usah dipasang, tutup aja dengan cat baru dan simpan. Tolong isinya hanya Pak Imran saja yang tau.”
Sehari, dua hari, dua pekan, gang RT2 yang tegang oleh senyum, kembali berjalan normal seperti biasa termasuk senyum Luna. Masalah telah usai. Dalam pikiran baru ada harapan baru. Begitu spirit mereka yang terlibat ketegangan diam-diam. Para istri dan suami bahagia. Justru karena diam-diam seluruh hal dapat berjalan lancar tanpa hambatan.
Benar, semakin diam, diam-diam beredar beberapa foto dan video Luna dalam tampilan beda-beda. Ada beberapa pic close up senyum khas Luna di pagi hari, ada saat memakai daster di kedai Pak Hasyimi, ada sedang memakai piama tipis dalam posisi tunduk tampak belakang memungut sesuatu di teras rumahnya, masih gambar sama semi close up, juga ada sedang meraih beberapa jemuran underwear dengan hanya terlilit handuk kecil di tubuhnya yang putih.
Gambar dan video itu hanya tersave dan beredar hi HP para lelaki, termasuk Pak RT. Para wanita tidak saling tau soal itu. Bu RT, Ia pernah sekali memergoki suaminya yang keliru mensetting screen sever HP. Hatinya sakit, hancur rasanya. Tapi ia harus memendamnya karena jika ia ribut dan bocor, keinginan politiknya bisa hancur. Bisa gagal jadi ketua RT pertama perempuan, suami gagal caleg, gagal panen suksesi. Serba gagal dan tinggal menanggung malu keluarga. Bukankah istri paling bodoh adalah membocorkan rahasia keluarga dan juga membuat malu lelaki yang mereka cintai. Ini tidak menjaga kemaluan namanya. Tetapi lewat diskusi-diskusi AIR2, mereka juga paham bahwa perempuan paling bodoh adalah yang hanya diam memperoleh perlakuan salah dari kaum lelaki. Menjalani salah satunya tetap saja bodoh. Jalan lainnya adalah sabar menjalani bodoh itu.
Jadi Bu RT harus diam bersabar, walau firasatnya mengatakan masih tetap akan merasa sakit. Bahwa dengan mendiamkan semua itu, suaminya bisa semakin bebas menjalankan aksinya mencuri perhatian Luna. Tidak hanya perhatian, bisa pula sampai dalam pelukan dan ke ruang yang lebih dalam dari Luna.
Seperti Bu RT, ternyata Bu Leha juga harus diam, Bu Lili, Bu Hasyimi, Bu Jali, Bu Imran. Semua istri kini sedang diam menjaga rahasia keluarga mereka masing-masing, minus alasan politis. Karena diam, mereka tidak saling tau bahwa mereka sedang saling diam. Diam seperti gambar-gambar Luna yang beredar diam-diam, semakin diam semakin bertambah koleksi para lelaki memenuhi HP. Tersimpan dalam hidden folder, nama tertentu dan keyword.
Para istri tak bisa menghalang aroma sate asmara yang asapnya makin kencang seperti asap panas merapi. Tetapi dapat menyimpan rasa sate dalam hatinya masing-masing. Menyimpannya lebih aman dari foto-foto dan video Luna yang tersimpan di HP suami mereka. Secara diam-diam pula para istri mempelajari rahasia senyum Luna, mengdownload rahasia senyum-senyum terbaik dunia, senyum para miss univers, dan berlatih tersenyum dengan memadukan resep rahasia itu.
Sebuah SMS masuk dengan silent ke HP pak Jali, “Mau gmbr br? Lbh sru. Ditek d t4x yg ckp rhsia.”

Pinrang, 29 Oktober 2010

Tidak ada komentar: